Nasib dan Tubuh Rentaku

Matahari bersinar dengan panasnya di siang itu. Aku yang tanpa baju dan payung, terus melangkahkan kaki meski beban berat bergelayut di punggung.
Terkadang aku pindahkan buntalan itu ke samping tubuh karena rasa pegal dan memar di kulit tubuhku.
Sejenak aku menghentikan langkah, mendongak ke atas, semoga saja hari ini akan turun hujan, gumamku lirih di ujung bibir.
Minuman yang tadi kubawa pun kini tinggal tempatnya saja, yakni sebuah botol air mineral yang kejernihan plastiknya telah kusam oleh debu dan lumut.

"Bagaimana ini, hari ini aku tidak mendapat apa-apa," Aku melanjutkan langkah meskipun terseok karena satu kakiku sedang sakit oleh karena tertimpa kayu kemarin petang.
Sebuah kendaraan melaju dengan kencangnya menyalip diriku, hampir saja diriku terjerembab karena angin yang ditimbulkan oleh laju kendaraan itu menerpa tubuh kurusku. Aku hanya bisa mengelus dada, tiada ku umpat karena aku takut jika sesuatu tak baik akan menimpa pengendara tadi.
Aku mempercepat langkah kaki, sebentar lagi akan sampai di rumah, pikirku. Tapi tiba-tiba, wuzzzzzzzzz! sebuah mobil mewah tanpa permisi melaju dengan kencang, hampir saja diriku tertabrak kalau tubuhku tidak terhempas ke sebuah selokan di pinggir jalan.

"Aduh..., hari ini benar-benar diriku tak beruntung," Kataku. Aku mencari tongkat yang tadi kupegang, ia terpental dan entah kemana.
Dengan bersusah payah aku bangun dan berdiri. Aku berpegangan pada rumput disekitar, akhirnya akupun bisa keluar dari selokan itu walaupun berdiriku gemetaran.

"Oh, itu dia tongkatku," Gontai dan gemetaran aku melangkah. Aku raih tongkat itu, heeeeeemmmm, dia belepotan dengan kotoran kerbau. Benar-benar tidak beruntungnya diriku. Namun biar bagaimanapun tongkat tersebut harus kuambil karena disekitarku tidak ada sepotong kayu yang dapat kujadikan tumpuan tubuhku saat berjalan.
Aku berjalan dengan menahan bau tak sedap dari kotoran kerbau yang menempel di tongkatku. Aku menengok kesana kemari, mencari sungai ataupun parit yang ada airnya, tapi tak kudapati.
Kubersihkan tongkat di tangan ke rerumputan dan memakai dedaunan, cukuplah tongkat di tangan bersih, tapi baunya masih tercium olehku.
Tiba-tiba, langit yang tadinya terang kini berubah menjadi gelap, mendung. Tidak lama kemudian gerimis pun turun.
Aku sangat bersyukur dengan turunnya gerimis karena kotoran kerbau pada tongkatku menjadi luntur dan bersih. Tapi, aku menggigil kedinginan.
Rasanya lama sekali diriku untuk sampai di rumah. Dengan tertatih kutelusuri jalanan yang kini licin karena gerimis.

"Aduh, ada apa denganku di hari ini? Berulang kali hal tidak baik terjadi pada diriku," Aku mengelus dada. Baru saja aku terjatuh karena terpeleset oleh licinnya jalan. Dengan bersusah payah aku berdiri lagi dan melanjutkan perjalanan. Setelah sampai di rumah, aku kembali mengelus dada karena kulihat atap rumahku sebagian sudah rontok ke tanah, mungkin tersapu oleh angin yang tadi bertiup sangat kencang itu.

"Apa yang bisa aku lakukan dengan tubuh rentaku ini?" Aku terduduk lemas disebuah bangku depan rumah, menatap langit yang gelap, nafasku pun terengah-engah. (*)

0 Tanggapan untuk "Nasib dan Tubuh Rentaku"

Posting Komentar