Tangisku di Gunung Merbabu, Part 1

Cuaca langit yang mendung, angin bertiup dengan kencangnya, menemaniku dalam pencarian si Roro Anggreani yang telah lima hari ini tidak pulang ke rumahnya.
Hari itu diriku datang ke tempat tinggal Roro, gadis manis pujaan hatiku. Namun Roro tidak berada di tempat. Kata orang tuanya bahwa Roro belum pulang kerumah sudah lima hari sejak kepergiaannya bersama Winda, teman kuliahnya.

"Selamat sore Om dan Tante. Roro apa ada?" Kedua orang tua itu tidak segera menjawab, mereka memandangiku dengan raut wajah sedih.

"Maaf nak Robert, Roro tidak ada di rumah. Dia sudah lima hari ini belum pulang dan memberi kabar dimana kini berada,"

"Kok bisa begitu tante, memang dia pamitnya kemana?"

"Dia pergi sama Winda, pamitnya mau mendaki ke.... ke Merbabu, begitu katanya,"

"Mendaki ke Merbabu? Emmm begitu ya. Tapi... seharusnya mendaki kesana tidak sampai lima hari sudak kembali, kecuali berkemah disana,"

"Entahlah Bert, tante juga bingung. Mana dia juga tidak mengabari bagaimana keadaannya disana," Tante Chelsie tampak bersedih. Setelah cukup lama berbincang, aku kemudian pamit pulang.
Aku tidak langsung pulang ke rumah tapi langsung meluncur ke daerah Ginung Merbabu, kebetulan dulu diriku juga sering mendaki ke Gunung tersebut.
Setelah sampai di bawah kaki Gunung Merbabu, diriku istirahat di rumah seorang kenalan. Aku menginap di rumah teman tersebut dan menceritakan maksud kedatanganku, dia pun kemudian siap untuk membantuku guna mencari kabarnya Roro Anggreani dan Winda Puspita yang katanya mendaki ke sana.

Pagi itu hujan gerimis, aku dan Sasongko berangkat menyusuri lereng Merbabu. Di pos pemantauan gunung kami berhenti untuk menanyakan pada petugas disana apakah melihat dua cewek yang mendaki ke atas.

"Permisi pak, maaf... Apa bapak melihat dua orang gadis naik ke atas? Mereka katanya mendaki pada enam hari yang lalu," Tanyaku.

"Dua orang gadis? Setahu saya, ada rombongan beberapa orang yang diantaranya tiga wanita. Mereka naik ke atas juga pada enam hari yang lalu. Memangnya ada apa mas?!"

"Rombongan, dan tiga wanita? Apa dua diantara wanita itu adalah Roro dan Winda?
Oh anu pak, soalnya dua wanita teman saya itu belum juga kembali ke rumahnya. Maaf, setahu bapak, berapa hari rombongan pendaki itu kemudian turun?,"

"Mereka turun sehari sesudahnya,"

"Oh, dan apakah jumlah mereka sama dengan saat mereka naik ke atas?"

"Aku malah kurang tahu itu mas, soalnya aku melihatnya cuma sepintas saja. Sebentar aku tanyakan sama dia.
Hei Parman, kesini sebentar," Seorang pria dipanggilnya.

"Ada apa mas?"

"Ini Man, mas ini ingin tahu apa kamu melihat rombongan pendaki di hari Sabtu yang lalu? Maksudku apa jumlah pendaki itu masih sama jumlahnya,"

"Maksudnya rombongan pendaki yang mana ya? Soalnya pada hari itu ada tiga rombongan yang naik ke atas, dan mengenai turunnya.. mereka pada tidak melapor masalahnya,"

"Oh begitu ya mas. Terima kasih atas waktu luangnya, ya. Kami pamit dulu dan minta ijin untuk mrndaki ke atas," Kataku.

"Sama-sama mas. Silahkan, tapi hati-hati, cuaca lagi buruk ini," Kata penjaga pos pemantau. Aku dan Sasongko kemudian naik ke atas.
Selama dalam perjalanan mendaki, diriku tak henti-hentinya memikirkan Roro dan Winda. Jika mereka selamat, pastilah keduanya pulang ke rumah. Tapi kalau tejadi apa-apa pada mereka, seharusnya pihak pengawas gunung itu akan mengetahuinya karena ada laporan dari yang selamat.

"Kita istirahat sebentar Bert," Suara Sasonggko tiba-tiba, aku mengiyakannya karena diriku pun sudah merasakan capek.
Sembari beristirahat, kami membicarakan tentang Roro dan Winda.
Sebagai orang asli daerah itu dan pernah menjadi pemandu pendakian, Sasongko sudah hafal benar tempat mana saja yang rawan dengan bahaya dan sulit dijangkau oleh pendaki.
Kulihat Sasongko menatap jauh ke pucuk gunung, nafasnya ditarik dalam-dalam.

"Ada apa mas?"

"Tidak ada apa-apa Bert. Tapi perasaanku tidak enak, sepertinya ada sesuatu di atas sana,"

"Sesuatu apa itu mas kalau boleh aku tahu,"

"Entahlah Bert, tapi aku mendapat firasat kalau ada beberapa jenazah disana,"

"Maksud mas Sasongko?!" Mendengar perkataannya itu diriku langsung merasa lemas. Jangan-jangan apa yang ia katakan tadi benar dan diantara mereka ada Roro juga Winda.
Pikiranku menjadi tidak karuan. Aku langsung mengajaknya untuk melanjutkan perjalanan.

(Bersambung)

0 Tanggapan untuk "Tangisku di Gunung Merbabu, Part 1"

Posting Komentar