Si kecil itu telah menyelamatkan diriku saat terjadinya kericuhan di sebuah perkampungan.
Dia menarik tanganku untuk masuk ke sebuah galian tanah di ruas jalan.
Waktu itu, aku tengah berjalan sendirian menuju rumah, tapi tiba-tiba datang segerombolan orang dengan bersenjata tajam mengamuk. Mereka menghantam siapa saja yang dijumpainya di jalan hingga banyak manusia menjadi korban, terluka dan meninggal.
Entah apa sebenarnya yang membuat segerombolan orang itu bertindak brutal dan sadis. Senjata :di tangan mereka ayunkan ke siapa saja yang melintas. Jeritan histeris memekakkan telinga, menyayat hati manusia bernurani. Mereka bergelimpangan bermandikan darah di antara tatapan beringas manusia-manusia biadab.
"Ayo......., bunuh semua orang yang lewat, anak kecil maupun dewasa!!!" Suara lantang seorang pria brewok dengan golok terhunus. Aku melihat mereka dari celah tumpukan sampah di lubang itu. Sementara anak kecil disampingku menggigil ketakutan, kemudian kututup kembali tubuhku dengan sampah-sampah tadi agar tak terlihat oleh mereka.
Dadaku berdegup lebih kencang saat di atas kami terdengar langkah mereka. Orang-orang itu tertawa terbahak seakan tidak sadar jika telah berbuat dosa dengan membantai orang yang tak bersalah.
Aku menahan nafas, begitu juga dengan si kecil, wajahnya terlihat pucat meski suasana dalam lubang galian tersebut gelap.
Suara orang meregang nyawa terdengar di atas kami. Darah mengalir, menetes mengenaiku dan anak kecil disampingku. Aku mendekap tubuhnya agar dia tak melakukan gerakan yang bisa membuat mereka menemukan kami.
Lama mereka berada di atas kami, sampai akhirnya mereka lari tunggang langgang karena pihak berwajib dan warga datang ke tempat itu. Suara letusan senjata api terdengar. Para petugas itu sebagian mengejar orang-orang biadab tersebut.
"Apa-apaan ini?!!! Biadab sekali mereka!!!" Suara seseorang di atas kami. Aku mengintipnya, setelah aku tahu itu adalah polisi, diriku dan dia kemudian keluar dari tempat persembunyian.
"Aduh pengapnya di dalam sana. Kamu tidak apa-apa kan dik?" Kataku dengan menahan nafas karena anyir bau darah.
"Tidak apa-apa bang," Wajah anak kecil itu tampak masih pucat karena ketakutan.
"Siapa kalian, apa kamu bagian dari mereka?!" Tanyanya polisi kepadaku.
"Bukan pak. Kami bukan bagian dari mereka yang biadab itu. Kami pasti akan dibunuhnya jika tidak cepat bersenbunyi, iya kan dik?"
"Iya pak polisi, abang ini bukan pembunuh," Sahut anak kecil yang bernama Ryan tersebut. Semua orang disitu menatap ke arah kami penuh curiga. Namun kejujuran anak kecil bernama Ryan bisa melunturkan kecurigaan mereka. Polisi dan orang-orang itu pun kemudian meminta keterangan kepada kami atas kejadian yang kita lihat dan hampir saja aku dan Ryan menjadi korban. Kami pun menceritakan apa yang kami lihat.
Sebentar kemudian dari arah depan, polisi dan warga yang mengejar pembantai itu datang dengan beberapa orang tangkapan.
Suasana dimana kami berada masih terasa mencekam. Para polisi menggelandang pembantai biadab yang tertangkap ke Kantor Kepolisian, kami juga dibawanya untuk menjadi saksi atas peristiwa itu.
Tatapan mata para warga mengantar kepergian kami dari tempat itu.
Setelah sampai di Kantor Polisi dan memberikan kesaksian, aku dan Ryan diperbolehkan pulang.
Entah apa jadinya diriku jika anak kecil itu tidak menarikku untuk cepat bersembunyi, mungkin aku akan seperti mereka yang meregang nyawa dan akhirnya mati terkena hujaman senjata orang-orang biadab itu.
Menurut keterangan yang berhasil polisi korek dari para biadab itu, mereka melakukan kebiadaban karena dalam pengaruh minuman keras yang ditenggaknya sebelum membunuh orang-orang secara membabi buta. Namun polisi tidak lantas percaya begitu saja, penyelidikan akan terus dilanjutkan.
Disebuah persimpangan jalan, aku memeluk tubuh si Ryan dan mencium pipinya sebelum kami berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. (*)
0 Tanggapan untuk "Anak Kecil Itu Menyelamatkan Aku"
Posting Komentar