Dari Cinta

Gerimis datang dengan tiba-tiba. Aku yang tengah berjalan kemudian berteduh di sebuah emperan rumah, karena kalau aku lanjutkan berjalan bisa-bisa basah kuyup. Maklum diriku suka alergi jika terkena air hujan.
Gerimis bukannya hilang tapi malah berubah menjadi hujan deras. Air hujan itu pun sampai menerpa tubuhku karena tiupan angin yang teramat kencang.
Aku terus mendekap tubuhku menahan dinginnya cuaca.

'Ngiiiiiiik' pintu sepertinya dibuka. Seorang cewek muncul dari balik pintu. Cewek tersebut lumayan cantik, rambutnya sebahu dan cukup sexy dengan kulit mulusnya serta bentuk kakinya yang aduhai. Betisnya pun berisi sekali, seperti buah padi yang berisi.

"Kamu siapa?" Tanyanya cewek itu dengan memandangku penuh curiga.

"Maaf mbak, saya menumpang berteduh. Hujannya sangat deras," Jawabku.

"Oh, silahkan," Dia masuk lagi ke dalam rumah.
Kalau boleh bilang jujur, aku ngiler sekali melihat penampilannya. Dia sangat cantik, pastinya aku tergoda dan betah untuk menatap dirinya.

Hujan bukannya mereda tapi tetap deras saja. Terpaksa diriku tetap berteduh.
Cewek yang tadi menanyaiku, dia terlihat mengintip dan memperhatikan diriku dari balik kaca jendela. Aku hanya bisa diam dan berandai-andai saja dengannya.
Ya, andai saja dirinya keluar dan mengajakku masuk ke dalam rumah.
Aku masih menahan dingin dari angin dan air hujan. Diriku bergeser sedikit karena tempat dimana aku berdiri mulai tergenang air.

"Mas, sini masuk saja," Suara orang menyuruhku agar masuk ke dalam, ia adalah wanita setengah baya dengan raut muka berseri dan seoertinya rajin dalam menjalankan ibadahnya.

"Emm, biar saya disini saja Bu," Jawabku yang merasa sungkan dengan ajakan ibu tadi.

"Tidak apa-apa, ayo masuk saja. Disitu kan dingin," Kata ibu tadi mengulang ajakannya, aku pun kemudian masuk ke dalam rumah tersebut.

Cewek cantik itu memandangku agak malu, begitu juga denganku. Entah, kami sama-sama menundukkan wajah ketika tatapan kami beradu.
Aku dipersilahkan duduk oleh ibu itu, kemudian beliau menanyaiku dari mana dan siapa namanya. Tidak lama berselang cewek tadi keluar dari belakang dengan membawa minuman teh panas dan makanan kecil.

"Oh.. jadi namamu Windu Pratama asal kampung Lumansari?"

"Iya bu,"

"Ibu juga sering ke kampung Lumansari, karena disana ada saudaraku yang mendapat suami orang situ.
Pasti kamu kenal dengan keluarganya Rendy Atmojo kan nak?"

"Maksud ibu, Mas Rendy Atmojo yang istrinya bernama mbak Ardila?"

"Iya, benar sekali. Rumahmu dimananya dari tempat mereka?"

"Saya tetangganyanya, 10 meter dari rumah mas Rendy, disitulah saya tinggal,"

"10 meter, apakah rumah bertingkat itu?"

"Iya bu," Ibu itu memperhatikanku  dengan seksama. Sepertinya ada sesuatu yang membuat beliau memandang diriku lama sekali.

"Maaf, lha ini anak ibu?" Tanyaku.

"Iya, namanya Chelsie. Kenalan dong... dari tadi kok pada diam saja.
Oh iya, ibu tinggal sebentar ya," Ibu itu tersenyum kemudian masuk ke dalam, seakan hendak mwmberi kesempatan kepada kami untuk saling mengenal.

"Emmm, kamu masih sekolah?" Tanyaku pada Chelsie.

"Iya,"

"SMA kelas berapa?"

"Kelas dua. Kamu?"

"Aku sudah tidak sekolah,"

"Oh, lulusan apa?"

"Cuma lulus SMA," Jawabku yang sudah tidak sungkan lagi terhadapnya.

"Kenapa nggak melanjutkan kuliah?"

"Nggak ada biayanya kok.

"Masa sih, ngebohong ah kamu. Awas lho, nanti gigimu pada ompong dan kesusahan buat mengunyah kacang goreng, hikhikkk,"

"Benar kok, aku nggak bohong.
Waduh, semakin jelek dong kalau gigiku pada ompong, hahaa,"

Tak terasa sudah cukup lama diriku berada di rumah itu, aku pun pamit untuk pulang karena hujan sudah reda.
Cewek itu terus memandangi diriku. Ingin rasanya aku lebih lama duduk dan mengobrol bersamanya. Dia ternyata cukup enak diajak berbincang. Dia yang tadinya aku anggap seorang cewek pendiam, ternyata pandai juga melucu dan membuatku tersenyum hendak tertawa.

Sesuatu memang terkadang datang tak terduga. Sejak perkenalan di waktu hujan itu, di rumahnya. Aku mulai selalu merasakan kangen kepada Chelsie.
Hari-hari berikutnya aku mencoba untuk menemui cewek tersebut, untuk melepas rasa yang mulai timbul di hati, meskipun sekedar bergurau.
Lama kelamaan ku ucapkan juga rasa cinta di hati kepadanya. Mulanya aku memang takut untuk mengungkapkannya, tapi ya biarlah, toh kalau ditolaknya itu sebuah resiko yang harus diterima.
Tak kusangka sebelumnya jika ungkapan cintaku kepadanya diterima. Padahal aku ini terbilang cowok jelek dan jauh dari yang namanya cinta.
Aku dan Chelsie menjalani hari-hari penuh dengan warna bunga cinta. Menikmati keindahan bersama dari cinta. (*)

0 Tanggapan untuk "Dari Cinta"

Posting Komentar