Pertemuanku dengan dia berujung pada jalinan cinta. Hal ini bermula saat aku pergi kesebuah pusat perbelanjaan di sebuah daerah.
Seorang pemuda lumayan gagah terus memperhatikan diriku yang turun dari taxi. Dia kemudian mengikuti diriku meski jaraknya tak berdekatan.
Entah apa yang ia mau dariku. Pemuda yang mengenakan tsert ketat itu sepertinya memperhatikan setiap langkahku, hal ini terlihat dari gerak-gerik dia. Kemana aku melangkah, dia membuntutinya.
"Apa yang hendak dilakukannya kepadaku? Jangan-jangan...," Sengaja aku masuk ke sebuah toko baju dan ingin tahu apa maunya dia.
Benar saja, pemuda tadi juga masuk ke toko yang sama. Dia tampak celingukan seperti sedang mencari diriku.
Aku kemudian keluar dari ruang ganti pakaian yang tadi kumasuki. Sengaja aku menabraknya.
"Eh sorry," Kataku, dengan memasang wajah takut dan bersalah.
"Iya nggak apa-apa kok," Jawabnya dengan muka gugup. Aku melangkah menjauh darinya, tapi kemudian ia membuntuti diriku.
"Maaf mas, dari tadi kulihat kamu mengikuti aku terus, ada apa sih?"
"Nggak apa-apa kok,"
"Dari tadi nggak apa-apa terus. Bilang saja mau apa,"
"Ehmm anu, kamu cantik,"
"Oh, memang sudah dari sananya mas... karena ibuku jug cantik," Kataku dengan ringan dan mengulum senyum. Pemuda itu memang cukup gagah, hampir-hampir mirip sama teman sekolahku dulu. Kelihatannya dia juga lucu, dan hal itulah yang membuatku ingin tertawa dan berani sedikit jahil dengan kata-kata menyentil.
"Iya benar, kamu cantik, heheee,"
"Ok ok, terus kenapa kalau aku cantik? Kamu suka sama aku dan mau menjadi pacarku, begitu?"
"I i iya,"
"Iya apanya? Jangan gugup seperti itu ah. Bilang saja apa maumu,"
"Iya kamu cantik. Iya aku mau menjadi pacarmu,"
"Dari tadi iya iya melulu. Sayangnya aku sudah punya pacar mas..., kecuali...,"
"Kecuali apa,"
"Kecuali kamu mau berjuang untuk mendapatkan diriku,"
"Ok, siapa takut,"
"Bener ini nggak takut? Perjuangannya berat lho, harus sanggup menyeberangi Laut Merah, Samudera Atlantik juga Samudera Hindia. Sanggup?"
"Emmm, berat sangat. Nggak jadi deh,"
"Kenapa tidak jadi, takut tenggelam, ya?"
"Tentu dong. Belum sempat aku memilikimu, aku sudah tenggelam duluan, hahahaaa," Tertawanya sangat renyah, enak di dengar dan pastinya akan membuatku selalu kangen dengan tawa seperti itu.
"Bisa saja kamu mas,"
"Ngomong-ngomong, boleh dong kita kenalan? Namaku Roy," Dia mengulurkan tangannya.
"Emm, namaku Silvi," Aku agak kaget, telapak tangan pemuda di hadapanku itu sangat halus, seperti tangan cewek yang nggak pernah bekerja kasar begitu. Aku menjadi malu sendiri karena telapak tanganku lumayan kasar, maklum.. aku sering bekerja berat dengan membantu orang tua di sawah, hikhikhiiik.
Sebenarnya diriku minder juga jika harus berkenalan dengan cowok kece seperti halnya Roy, penampilan dia cukup perlente, sedangkan penampilanku sangat bluthuk alias kampungan banget.
Cinta sering tak melihat siapa. Entah itu cantik, tampan, jelek, kaya ataupun miskin. Bila rasa dan hati sudah berbicara, maka cinta pun bisa hadir kapan saja. Dimana dan kepada siapa. Contohnya Roy dan diriku.
Roy tidak mempermasahkan diriku yang jelek, miskin dan super judes. Entah dari sudut pandang yang seperti apa sehingga pemuda gagah itu mengutarakan isi hatinya kepadaku.
Mulanya aku tidak menanggapinya secara serius, takut jika diriku hanya dijadikan pelampiasan atas kekecewaannya pada wanita lain sebelum dia mengenalku. Namun kemudian prasangka ku itu meleset.
Ternyata Roy seorang pemuda yang cukup arif dalam menyikapi semua yang dilihatnya. Dia juga sangat bijaksana dalam menilai seseorang. Bukan hanya dari luarnya saja yang Roy nilai, tapi dalamnya juga sangat ia perhatikan.
Semenjak perkenalan di sebuah pusat perbelanjaan itu, Roy mulai aktif mendatangi tempat tinggaku dan mengajak diriku jalan-jalan.
Memang sangat menyenangkan bisa dekat dengan cowok tersebut. Selain gagah dan tampan, dia juga sangat baik. Pengertian, dan yang terpenting dapat menjaga mata dan ucapannya.
Aku sendiri nggak tahu apa dia mencintaiku apa tidak. Makanya aku menjaga perasaanku atas semua yang ada pada dirinya. Jangan sampai aku berlebihan kepadanya meskipun dia sendiri telah menunjukkan keseriisan cintanya kepadaku. Yach, siapa tahu saja dia hanya berpura-pura, pikirku. Tapi perkiraanku kembali meleset, ternyata dia memang benar-benar mencintai diriku. Hal itu telah aku test berulang kali dengan ujian-ujian yang aku nilai berat dan akan membuatnya menjauhi diriku. Tapi dengan senang hati si Roy mau melakukannya demi diriku.
"Wajah yang cantik bukanlah hal yang aku prioritaskan dalam mencintai wanita. Perlu kamu ketahui Vi, aku suka dan cinta kepadamu karena hatiku berbicara jika kaku itu sangat cocok denganku,"
"Ah ngegombal kamu Roy, aku nggak percaya,"
"Kenapa nggak percaya? Bukankah aku telah membuktikannya kepadamu? Atau kamu perlu bukti lain?!"
"Ya,"
"Bukti yang bagaimana itu?"
"Sebelum kamu menikahiku, aku nggak percaya dengan cinta gombalmu itu Roy," Aku mengulum senyum.
"Menikahimu? Siapa takut. Kapan?"
"Ya terserah kamu kapan,"
"Ok, minggu depan aku melamarmu,"
"Idiiihhhh, bercanda kan...?"
"Nggak. Tunggu saja minggu depan, aku akan datang bersama orang tuaku ke tempatmu Vi,"
"Gombal ah kamu," Cubitan kecil aku daratkan di lengannya. Dia tampak meringis, kemudian membalas cubitanku tadi dengan memencet hidungku. Kami saling pandang, lantas tertawa cekikian.
Semua tak pernah kubayangkan tentang perkenalanku dengan Roy.
Semua berjalan begitu saja tanpa bisa kami cegah.
Apa yang ia katakan waktu itu benar-benar dia buktikan, seminggu setelah kuanggap ucapannya hanyalah sebuah canda.
Roy bersama orang tuanya datang ke rumahku untuk membicarakan lamarannya kepadaku. Tentu saja aku gelagapan, terlebih kedua orang tuaku. Kami tidak menyangka jika hal itu akan terjadi.
Sungguh, aku tak dapat menolak maksud Roy dan keluarganya. Keluargaku pun menyerahkan semuanya kepadaku atas diterima atau tidaknya lamaran tadi.
Kami menerima akan maksud Roy dan keluarganya. Lamaran yang sebenarnya kemudian kami tentukan bersama, yakni sebulan ke depan.
Hari-hari aku jalani dengan berdebar-debar karena kepikiran akan lamaran dari dia.
Ya benar, tepat sebulan setelah ditentukan, Roy melamarku. Tiga bulan kemudian kami menikah.
Hampir tak dapat kupercaya, perkenalan yang terbilang singkat itu bisa berlanjut pada pernikahan.
Kini diriku bahagia hidup bersamanya, dan telah dikaruniai seorang putra.
Semua sifat yang ia tunjukkan selama dalam masa perkenalan itu tidak berubah hingga perkawinan berumur setahun ini.
Semoga keluarga kami akan tetap utuh dalam kebahagiaan seperti sekarang ini. (*)
0 Tanggapan untuk "Perkenalan Singkat dan Pernikahan"
Posting Komentar