Sebagai seorang yang telah berumur, tentu diriku juga ingin menikah. Hal ini sepertinya akan terlaksana mengingat diriku telah mempunyai seseorang yang akan kujadikan permaisuri kelak.
Perkenalanku dengan Lestari terbilang sangat singkat untuk menuju ke maghligai rumah tangga.
Kami memang berkenalan lewat seorang teman. Namun hal itu tidak menyurutkan niatku untuk meminang Lestari.

Tempat tinggal kami yang berjarak lumayan jauh, membuat kami tidak sering bertemu secara fisik, tapi kami menjalani masa-masa perkenalan melalui SMSan.
Akhirnya setelah cukup lama saling mengenal lewat sms, diriku pun berniat hendak ke rumahnya untuk membuktikan cintaku kepadanya dan bukan hanya obrolan semata.

Meskipun langit tampak mendung bergelayut, diriku tetap ke tempat gadis pujaan dengan menaiki angkutan umum.
Aku kian bersemangat karena gadisku menunggu disana. Tak perduli sesak penumpang di dalam bus yang membuat sumpek nafas dan pandangan.
Berangkat dari rumah pagi hari, sampai di tempat si dia hampir sore hari. Meskipun sebentar bertatap muka dan saling mencurahkan isi hati, tapi rasa senang tetap terpancar di wajah kami.

"Mas, kita keluar sebentar yuk," Ajaknya Lestari.

"Keluar kemana dik?"

"Ada deh. Yuk ah," Aku mengiyakan saja ajakannya, toh jika aku tidak mau maka dia akan meninggalkan diriku sendirian di ruang tamu rumahnya. Dan pastinya aku akan seperti monyet yang sendirian.
Dengan menaiki sepeda motor kami melaju ke sebuah tempat yang nggak aku ketahui.
Mulanya dia yang duduk di depan, kemudian disuruhnya diriku untuk di depan setelah kami sampai di pinggiran desa.
Pokoknya aku mengiyakan semua perkataan Lestari, sampai-sampai dia pun salah memanggilku dengan mas Iya, heheee.
Kendaraan terus melaju meski pelan. Dengan sesekali dia memberi aba-aba arah, aku terus menarik gas sepeda motornya.

"Kita berhenti di depan sana mas," Ucapnya tiba-tiba dan mengagetkan diriku yang lagi fokus melirik cewek sexy yang tengah berjalan dengan aduhai di trotoar jalan.

"Iiii..iya dik," Aku mengulum senyum. Andai saja Lestari tahu apa yang sedang kutangkap dengan mataku, pastilah dia akan cemberut dan bukan tidak mungkin ia akan menyuruhku turun kemudian pulang sendiri, bisa gemporan kaki ku.

"Kita makan mie ayam saja ya mas,"

"Boleh,"

Dia memesan dua mangkuk mie ayam, sementara diriku mengamati suasana tempat dimana kami sedang berada.
Suasananya cukup ramai. Apalagi hari telah petang dan semakin mulai terasa suasana romantisnya. Entah kenapa Lestari senyum-senyum sendiri, padahal nggak ada hal lucu pada diriku.

"Kenapa kamu senyum sendiri dik. Kumat, ya?"

"Nggak. Itu lho mas, anak itu," Tunjuknya dengan berbisik ke arah seorang anak kecil yang berada tidak jauh dari gerobak mie ayam. Aku pun tertawa cekikian. Anak kecil itu sangat lucu dengan gaya potongan rambut dikucir dan perutnya yang buncit seperti pada iklan obat cacing di tv.

Mie ayam pesanan telah tersaji. Kami menikmatinya dengan lahap sambil sesekali membahas hubungan kami tentunya.
Tiba-tiba saja Lestari nyosor menciumku dan mengenai mata. Terang saja mataku merasakan pedas karena sisa makanan mie ayam di bibirnya. Dia malah tertawa di tengah gelagapnya mataku.
Sebuah cubitan lantas ku daratkan di lengannya. Bukannya kesakitan, dia malah mencium pipi ku.
Sebenarnya deg deg gan juga saat diciumnya karena memamg diriku belum pernah dicium wanita.
Entah dianya sudah berpengalaman dalam hal cium mencium atau karena nafsu yang spontan muncul, aku pun nggak tahu, yang jelas memang seperti itu adanya.

"Sudah ah dik cium-ciumnya, malu dilihat orang lain," Lestari hanya tersipu.

Setelah selesai makan dan membayarnya, kami muter-muter sebentar di sekitar tempat itu. Kami kemudian duduk di atas kendaraan.
Ciuman kembali mendarat di wajahku. Sepertinya Lestari nggak memperdulikan orang yang berlalu lalang di dekat kami. Bibirnya terus menelusuri wajahku sebelum aku menghentikannya.
Kami kemudian beranjak dari Parasamya Paseban, Bantul, karena tiba-tiba saja gerimis turun.
Diriku dan Lestari terus melaju di atas kendaraan roda dua hingga tiba di rumahnya, dan malam itu aku harus menginap di rumahnya karena sudah nggak memungkinkan untuk kembali ke rumahku.
Sejak saat itu hubungan kami berjalan dengan lancar hingga ke pelaminan. Kini kami sudah mempunyai seorang putra. (*)

0 Tanggapan untuk "Engkau Cium Aku di Paseban"

Posting Komentar