Berandal Sialan! Kegadisanku Hilang

Yang telah hilang tidak akan kembali, itu juga yang terjadi pada diriku setelah dinodai oleh berandal brengsek sialan di sebuah bangunan lama.
Gerimis rintik-rintik turun dan membasahi aspal yang tampak legam di sebuah jalan masuk menuju sebuah pasar.
Aku kembangkan payung berwarna biru yang kubawa dari rumah karena memang tadi cuaca langit terlihat mendung menghitam.
Sore itu, diriku pergi ke rumah seorang teman perempuan karena sudah janjian untuk ketemuan di rumahnya membahas materi kepengurusan organisasi di sekolahan yang dibebankan kepada kami.

"Hai Shanti, mau kemana?" Suara seorang pemuda yang telah aku kenal menyapa diriku. Aku pun berhenti dan mengobrol sebentar. Setelah berbasa-basi sebentar, diriku melanjutkan pergi ke rumah temanku itu.

Serius diriku dan Shely menyusun materi tersebut karena besuk saat masuk sekolah harus sudah jadi kerangka kepengurusannya, selanjutnya diserahkan kepada wali kelas untuk mengesahkan.
Setelah dirasa selesai, diriku kemudian pulang karena sebentar lagi pulang.

"Hati-hati di jalan Shin," Shely mengingatkan.

"Iya Shel, tenang saja. Aku pulang dulu, ya,"

Aku terus melangkah menyusuri jalan kecil beraspal itu. Yang tadinya gerimis kecil kini berubah menjadi hujan lebat disertai angin kencang, sampai-sampai payung yang kupegang hampir terbawa angin.
Aku menghentikan langkah, lantas berteduh di emperan sebuah toko yang sudah tutup.
Kulihat pemuda itu berlari kecil menuju ke arahku. Benar, dia kemudian berdiri di sampingku.

"Hei Shin, sudah selesai, ya?"

"Iya, sudah selesai," Jawabku dengan menahan hawa dingin.

"Dingin ya Shin?"

"Iya ini, dingin sekali. Kamu sendiri sedang apa disini Rio?"

"Sebenarnya tadi menunggu teman, tapi dianya nggak datang-datang. Entah kemana itu orang.
Eh Shin, kamu mau Wedang Jahe kan? Buat penghangat tubuh..,"

Mau kalau ada, hehee,"

"Disana ada penjual Wedang Jahe, sebentar aku membelinya. Tunggu sebentar ya," Kata Rio, dia langsung kabur ke tempat penjual Wedang Jahe di ujung gang jalan.

Hujan bukannya mereda tapi semakin deras. Angin bertiup sangat kencang sampai pohon di pinggir jalan ada yang roboh.
Rio yang tanpa memakai payung dan jas hujan itu kembali dengan setengah berlari, badanya basah kuyub dengan sebuah tas plastik berwarna hitam di tangan.

"Ini Shin, Wedang Jahenya,"

"Wuih, panas sekali Rio,"

"Iya Shin, tapi nikmat di minum dalam keadaan masih panas seperti ini Shin, badan jadi hangat," Rio tersenyum. Dia membuka ikatan pada plastik kemudian memasukkan sedotan, dan sruput..., sepertinya memang nikmat sekali. Aku pun membuka ikatan pada ujung plasik, dan sruput, panas sekali....!

Kami berbincang dengan menahan rasa dingin. Tidak terasa hari memang sudah gelap dan aku harus segera pulang meskipun hujan belum reda. Namun Rio menahanku. Dia bilang aku harus meminum Wedang Jahe yang sudah hangat-hangat kuku itu. Aku meminumnya, hangat terasa badanku.
Aneh, setelah kuminum Wedang Jahe tersebut, mendadak diriku merasakan pusing di kepala. Kata Rio sih nggak apa-apa dan mungkin pusingku dikarenakan oleh air hujan.

"Dihabiskan dulu Wedangnya Shin, itu punyaku saja sudah habis," Kata Rio. Kuhabiskan minuman itu, sebentar kemudian kepalaku semakin pusing.

"Aduh Rio, kenapa kepalaku bertambah pusing sih,"

'Mampus kamu Shin, sebentar lagi aku akan menikmatimu!' gumam Rio dalam hati.
"Mungkin sebentar lagi hilang itu rasa pusingnya Shin. Ok, kita pulang bareng saja yuk," Rio memeras ujung pakaiannya dan mengajakku pulang bersama, aku mengiyakan saja. Kami pulang jalan bareng meskipun sebenarnya aku nggak tahu si Rio pulangnya kemana. Selama aku kenal dia pun tidak pernah menanyakan dia tinggal dimana, yang aku tahu dari Rio adalah dia suka nongkrong di sekitaran pasar itu. Diriku kenal dia juga tidak aku harap sangat. Dia yang sering menggoda saat diriku ke tempatnya Shely, kemudian dia mengajak berkenalan, itu saja.

Sepayung berdua, aku dan Rio berteduh di bawah satu payung yang kupegang karena hujan masih turun meski tidak sederas tadi.
Sesekali aku memegangi kepala yang terasa pusing dan pandangan mata agak kabur.
Memang rasanya aneh sekali, apakah pusingku dikarenakan oleh minuman tadi ataukah karena air hujan, yang jelas kini aku berjalan seperti mengambang.
Dalam keadaanku yang seperti itu, entah kenapa diriku mengangguk saja saat Rio mengajak berteduh ke sebuah bangunan lama tak berpenghuni.

"Kita berteduh sebentar disana yuk Shin, biar rasa pusingmu hilang dulu," Ajaknya pemuda bernama Rio itu.

Aku dan Rio berteduh di depan bangunan lama itu. Suasananya gelap, tidak ada lampu penerangan. Tiba-tiba, 'bruk' badanku ambruk dan tak sadarkan diri. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Saat diriku siuman, aku sudah berada di dalam bangunan itu. Dan yang membuatku sangat terkejut, pakaianku acak-acakan, alat kewanitaanku terasa perih dan sakit. Rio yang tadi bersamaku tidak ada di dekatku.

"Rio, Rio..................!!!" Suaraku memanggil Rio hingga menggema di seluruh sudut bangunan. Namun yang kupanggil tidak juga menyahutnya.
Seketika itu juga aku menangis, kegadisanku telah hilang. Mahkotaku telah diambilnya, pemuda berandal brengsek sialan itu telah tega menodaiku. Aku berjalan tertatih ke rumah dengan rasa sakit. (*)

1 Tanggapan untuk "Berandal Sialan! Kegadisanku Hilang"

  1. Makanya sebagai seorang cewek mesti hati-hati itu Shinta, agar tidak terjadi kejadian seperti itu.
    Untuk cewek-cewek yang lain, kisah Shinta harus dapat dijadikan pelajaran itu...

    BalasHapus